Selasa, 22 Maret 2011

Puluhan Wanita Demo Kejari Blangpidie

Suami Ditahan akibat Illegal Logging
Fri, Feb 11th 2011, 10:07


Puluhan massa yang terdiri dari para wanita dan anak-anak yang mengaku sebagai keluarga besar dari lima tersangka kasus ilegal logging asal Desa Mata Ie, Babah Lhung, Panton Raya, dan Kuta Tinggi, Kecamatan Blangpidie, Abdya, Kamis (10/2) pagi sekitar pukul 09.00 WIB mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Blangpidie. Mereka mendesak Kejari Blangpidie segera melepaskan kelima tersangka yang saat ini menjadi tahanan Pengadilan Negeri Tapaktuan dan di tahan Lembaga Pemasyarakatan Tapaktuan. SERAMBI/TAUFIK ZAS

BLANGPIDIE – Puluhan wanita dan anak-anak yang mengaku keluarga besar dari lima tersangka kasus illegal logging asal Desa Mata Ie, Babah Lhueng, Panton Raya, dan Kuta Tinggi, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Kamis (10/2) sekitar pukul 09.00 WIB mengepung dan memprotes Kejaksaan Negeri (Kejari) Blangpidie.

Mereka mendesak agar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Blangpidie segera melepaskan kelima tersangka yang kini menjadi tahanan Pengadilan Negeri (PN) Tapaktuan dan dikurung di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tapaktuan itu.

Kedatangan demonstran yang bergerak dengan berjalan kaki dari desa mereka itu sempat mengagetkan para pegawai di Kejari Blangpidie dan aparat kepolisian setempat. Soalnya, unjuk rasa yang didominasi kaum ibu itu dilancarkan tanpa pemberitahuan lebih dulu ke polisi. Bahkan puluhan massa yang tak terkoordinir itu sempat mencoba naik ke lantai dua, tempat ruang Kajari Blangpidie Umar Z, berada.

Para pengunjuk rasa menuntut agar kejaksaan bisa segera membebaskan suami dan keluarga mereka yang telah ditahan akibat diduga terlibat illegal logging tersebut. Pembebasannya pun harus tanpa syarat. Sebab, mereka menilai pihak kejaksaan telah melakukan penegakan hukum secara tebang pilih dan tanpa pertimbangan perikemanusiaan.

“Kenapa penegakan hukum hanya menimpa kami masyarakat kecil? Kenapa para koruptor yang telah membuat negeri ini sengsara malah bisa hidup senang dan tenang? Kami memohon keadilan, karena suami dan saudara kami yang ditahan itu hanyalah rakyat kecil yang mencari sesuap nasi untuk anak dan istrinya. Lagi pula kayu yang mereka tebang itu bukanlah jenis terlarang dan kayu itu juga ada yang diambil dari kebun sendiri. Jadi, sungguh sangat kejam hukum di negeri ini jika kami harus menerima nasib seperti ini,” ujar Nurjannah (53), seorang ibu rumah tangga yang datang ke Kejari Blangpidie kemarin.

Terhadap tuntutan massa tersebut, Kasi Intel Kejari Blangpidie, Miftahuddin SH mengaku tidak bisa berbuat banyak, karena Kajari Blangpidie sedang ke luar daerah.

Adapun lima tersangka kasus illegal logging yang sudah ditetapkan polisi itu, masing-masing Maulidin, Hasbi, Juliadi, Zulkarnaini, dan M Arun. Kasus ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tapaktuan.

“Mereka sekarang ditahan pengadilan karena berkasnya sudah kita limpahkan ke sana. Jadi, bukan kewenangan kami lagi. Kami yang di sini juga tak bisa mengambil keputusan, karena Kajari sedang berada di Banda Aceh, ikut rapat khusus di Kejakasaan Tinggi,” ujar Miftah.

Mendapat jawaban tersebut, massa yang sudah membawa perlengkapan memasak dan kebutuhan menginap di Kejari Blangpidie itu, langsung bereaksi. Secepatnya mereka menyebar dan menguasai kantor yang berada di pusat perkantoran Bukit Hijau Abdya itu. Mereka langsung memasang spanduk dan mengikatnya di sejumlah tiang yang ada di gedung Kejari.

Sejumlah ibu-ibu tampak menangis sambil memeluk anaknya yang masih kecil. Sebagian lainnya masih berupaya merangsek naik ke lantai atas, karena tak percaya Kajari Blangpidie sedang tak di kantor. Mereka bersikukuh tidak akan ke luar dari pekarangan Kejari Blangpidie hingga tuntutan mereka dipenuhi, yakni kelima tahanan kasus illegal logging itu bisa dikembalikan ke Blangpidie.

“Untuk pulang pergi ke Tapaktuan kami tak punya biaya. Jangankan untuk ongkos, untuk makan sehair-hari saja kami susah, karena tulang punggung keluarga kami sudah ditahan. Kami pun tak punya keahlian lain, selain memanfaatkan kayu. Pemerintah juga tidak mau tahu dengan kondisi ini. Jika memang kami tidak boleh memotong kayu, tolong beri kami pekerjaan lain. Jangan hanya memperkaya diri sendiri. Kami akan tetap bertahan di sini sampai tuntutan kami terpenuhi,” ungkap Adisah (40), sambil berurai air mata.

Melihat gelombang massa terus bertambah, puluhan personel polisi dari Polres Abdya mulai mencoba menghalau massa, namun aksi tersebut tidak berhasil, karena puluhan ibu-ibu yang hadir dalam aksi hari itu bersikukuh untuk bertahan.

Kabag Ops Polres Abdya, AKP Muslim dan Kasi Intel Kejari Blangpidie Miftahuddin, sempat mengajak ibu-ibu yang berdelegasi itu untuk berdialog mencari solusi terhadap tuntutan yang mereka ajukan. Akan tetapi, dialog tersebut berakhir buntu (deadlock), karena ibu-ibu dari Desa Mata-Ie dan Babah Lhok itu tetap bersikukuh agar suami dan keluarga mereka yang ditahan, bisa segera dibawa pulang ke Blangpidie dan dibebaskan.

“Jika perlu kami akan menginap di sini sampai keluarga kami tersebut dilepaskan,: seru Khairani (47) yang mengaku suaminya ditahan akibat memotong kayu di kawasan Kuta Tinggi beberapa waktu lalu.

Hingga berita ini diturunkan, sekira pukul 16.00 WIB, massa masih terlihat bertahan di Kejari Blangpidie. Bahkan di halaman depan gedung itu sudah dibangun pengunjung dapur umum, lengkap dengan peralatan memasak yang telah disiapkan sebelumnya dari rumah. Serambi yang berusaha mengonfirmasi Kajari Blangpidie Umar SH tidak berhasil. Menurut seorang staf di kantornya, Kajari Umar Z sedang mengikuti rapat di Kejati Aceh sejak dua hari lalu. (tz)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar