Minggu, 31 Juli 2011

Ratusan KK Kesulitan Air Bersih

WEDNESDAY, 01 JUNE 2011 11:34

BLANGPIDIE- Ratusan KK di Desa Seunelop, Kec. Manggeng, Aceh Barat Daya (Abdya) kesulitan air bersih. Kondisi ini disebabkan keringnya sumur pasca normalisasi Krueng (Sungai) Manggeng oleh Pemkab Abdya.

Akibatnya, saban hari masyarakat terpaksa turun ke sungai untuk mendapatkan air bersih dengan jarak berfariasi, 2 hingga 3 kilometer.

M. Alibasyah, 67, warga Desa Seuneulop menceritakan sepekan terakhir dia bersama warga lainnya harus turun ke sungai beberapa ratus meter dari kediamannya untuk mengambil air ke Krueng Manggeng.

Warga menuding program normalisasi Krueng Manggeng penyebab keringnya sumur mereka. Atas kondisi itu warga minta pemerintah menyediakan fasilitas air bersih karena dirasakan sangat memberatkan.

“Kita benar-benar kesulitan mendapat air bersih, semua sumur kering dan fasilitas air bersih juga belum tersedia. Kita berharap pemerintah membantu fasilitas air. Keringnya sumur akibat penggalian oleh PU (Dinas PU – red) di Krueng Manggeng,” sebut Alibasyah.

Plt. Camat Manggeng, Nasmadi, membenarkan kondisi yang dialami warga. Menurut Nasmadi, dampak normalisasi Krueng Manggeng merupakan resiko yang tak dapat dihindari. “Memang benar, kita sudah cek ke sana (Desa Seunelop) dan kekeringan itu memang tak dapat dihindari. Tadi saya sempat berdialog dengan warga karena normalisasi tetap harus dilakukan. Tidak mungkin harus kita timbun lagi. Biasanya kondisi ini kembali normal beberapa hari ke depan,” sebut Nasmadi.

Terkait kondisi tersebut, Kasubdin Pengairan Dinas PU Abdya, Din Armaya, yang dihubungi tidak memberi tanggapan apa pun. Telepon selulernya yang dihubungi beberapa kali dan sudah tersambung, tidak diangkat. Demikian juga dengan pesan singkat yang dikirim, tidak ditanggapi.

Sumber Waspada.co.id

Jumat, 29 Juli 2011

Perambahan hutan di Abdya makin kritis

MONDAY, 30 MAY 2011 20:19

BLANGPIDIE- Perusakan alam akibat aktifitas perambahan dan pengalihfungsian lahan di Kab. Aceh Barat Daya (Abdya), dinilai memasuki tahap kritis. Bahkan aksi perambahan dan perusakan lingkungan seakan dibiarkan ‘membabi-buta’.

Bahkan Pemkab Abdya membuat program pengalihan fungsi lahan, sehingga banyak tanaman penyangga hutan di beberapa lokasi rusak parah. Ironisnya, perambahan hutan makin merajalela dengan memasuki Kawasan

Ekosistem Leuser (KEL) yang sebenarnya telah dilindungi oleh aturan dan Undang-undang seperti Keppres No: 33 tahun 1998.
Seperti dibeberkan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kab. Abdya, di mana ada kerusakan lingkungan sangat parah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir di beberapa lokasi.

Kerusakan tersebut didominasi akibat pemberian ijin oleh Pemkab Abdya. Bahkan temuan beberapa aktifis LSM, di salah satu lokasi di areal pegunungan Alue Trieng Gadeng, Kec. Lembah Sabil, aktifitas perambahan hutan sudah memasuki areal konservasi yang dilindungi seperti KEL, namun dari fakta di lapangan ditemukan realita yang sangat mengejutkan, di mana kerusakan yang muncul di areal KEL akibat ‘restu’ Pemkab dengan membentuk beberapa kelompok tani serta membuka areal pertambangan emas yang diduga tanpa ijin alias illegal.

“Kita mendapatkan informasi aktifitas pertambangan emas yang dikelola langsung oleh orang-orang yang ditunjuk Bupati Akmal Ibrahim di kawasan pegunungan Alue Trieng Gadeng, kecamatan Lembah Sabil ternyata sarat masalah dan malah disebut-sebut illegal karena tidak memiliki ijin apapun, bahkan kegiatan lainnya seperti ijin pertambangan biji besi serta pembukaan lahan perkebunan sawit di beberapa kawasan seakan tak terkendali, akibatnya kerusakan lingkungan di Abdya saat ini mungkin sudah memasuki tahapan yang sangat kritis sehingga membutuhkan penanganan serta perhatian yang serius dari semua pihak, sebelum malapetaka bakal menghampiri daerah ini,” papar Muhammad Syahril, aktifis LSM dari Himpunan Pemuda dan Masyarakat Abdya (HIPMA) dalam siaran persnya.

Selain itu ditambahkannya, kerusakan alam yang cukup parah juga diakibatkan beberapa ijin yang dikeluarkan oleh Bupati Abdya terhadap pertambangan biji besi yang dinilai tidak memiliki konsep yang jelas, sehingga dampak positif dari ijin tersebut hingga kini tidak tersosialisasi dengan baik kepada publik, seperti nilai peningkatan ekonomi masyarakat, sumber pemasukan kas daerah (PAD), corporate social responsibility (CSR) serta nilai plus dari program tersebut, hal ini menurut Syahril terjadi karena sikap Pemkab Abdya yang terkesan tidak akuntabel dalam memberikan ijin prinsip serta lebih banyak mengeluarkan argumentasi yang tidak memiliki fakta alias ‘angin surga’ kepada masyarakat.

“Masyarakat seakan-akan hanya diberikan angin surga dari setiap program-program yang dibuat oleh Bupati, tapi kenyataan yang terjadi dilapangan malah yang diterima masyarakat saat ini hanya berupa bencana alam maupun debu-debu yang berterbangan, ini lebih diakibatkan karena sikap pemkab yang tidak transparan dan akuntabel, contohnya saja dalam salahsatu acara kok Bupati berani bicara bahwa pendapatan daerah dari tambang bisa mencapai ratusan

Milyar, tapi hingga kini gak jelas berapa pemasukan yang sudah diterima daerah dari ijin-ijin tambang yang sudah dikeluarkan, ini kan tidak akuntabel, dan kita patut pertanyakan apa mamfaatnya yang diterima oleh rakyat secara langsung dari semua program tersebut? Yang pasti akibat ijin-ijin tersebut lingkungan dan alam Abdya saat ini rusak parah, kita melihat pemerintahan Akmal Ibrahim sangat tidak berpihak terhadap kelestarian lingkungan dan kita meminta pemkab dalam hal ini Bupati Akmal Ibrahim harus bertanggungjawab bagi rakyat serta generasi Abdya,” ujar Syahril.

Terkait tudingan tersebut, Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (KLHKP) Abdya, .Martunis, mengaku tidak dapat memberi penjelasan apa pun. Dia beralasan persoalan lahan khususnya di areal KEL tidak menjadi ruang-lingkup tugasnya melainkan di bawah penanganan langsung Dinas Kehutanan dan Perkebunan Abdya.

Namun demikian pihaknya (KLHKP) menyatakan kesiapan jika memang instansi terkait melibatkan mereka dalam usaha re-building (pembangunan) serta rehabilitas kembali kawasan yang dianggap telah rusak akibat aktifitas tertentu termasuk pertambangan.

“Masalah tersebut tidak masuk dalam ruang lingkup kita, coba hubungi pak Muslim (Ir. Muslim Hasan, M.Si – Kadishutbun Abdya, red). Namun jika kita dilibatkan dalam proses rehabilitasinya, kita siap, termasuk untuk kawasan-kawasan yang telah rusak seperti di bekas areal pertambangan mau pun di areal lainnya,” jelas Martunis,Kepala Kantor LHKP Abdya.

Sedangkan Muslim Hasan, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan terkesan menghindar dan enggan berkomentar ketika dimintai konfirmasi.

Sumber : waspada.co.id

Selasa, 26 Juli 2011

Pelaku Perambahan Hutan Lindung tak Ditemukan

Operasi Penertiban Diduga Duluan Bocor
Wed, May 25th 2011, 08:15

BLANGPIDIE - Tim Terpadu Pengamanan Hutan dan Pemberantasan Illegal Logging Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) dalam operasi penertiban sepanjang Senin (23/5) menemukan ratusan hektare hutan lindung di kanan-kiri jalan Ie Mirah, Kecamatan Babahrot menuju Terangun, Kabupaten Gayo Lues, dalam keadaan gundul karena dibabat oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Namun tersangka pelaku perambahan hutan di kawasan terlarang itu tidak ditemukan di lokasi, karena operasi penertiban diduga sudah bocor duluan sehingga pelaku hengkang dari lokasi.

Tim terpadu yang melancarkan operasi penertiban di lapangan dipimpin Kapolres Abdya, AKBP Drs Subakti, melibatkan Dandim 0110 Letkol Arm E Dwi Karyono AS, Dansub Denpom IM/2-4 Blangpidie, Lettu CPM Obet Santoso, Asisten Tata Pemerintahan, Kadis Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun), Kepala Kantor Kebersihan Pertamanan dan Lingkungan Hidup, Kepala Satpol-PP, serta unsur dari Kejaksaan Negeri serta Pamhut, dan Satpol-PP.

Kapolres Abdya, AKBP Drs Subakti yang dihubungi Serambi, Selasa (24/5) mengakui bahwa operasi tim terpadu yang melancarkan aksi penertiban di lokasi sepanjang hari Senin, tidak berhasil menemukan tersangka pelaku perambahan hutan kawasan kanan kiri jalan Ie Mirah menuju Terangun, itu. Kecuali beberapa beberapa jerigen bekas minyak mesin pemotong kayu.

Kapolres mengatakan, dalam operasi penertiban yan dilancarkan tim terpadu ditemukan 63 titik lokasi areal hutan sepanjang jalan sejak Km 17 (jembatan Pucok Krueng Sapi) sampai Km 32 (daerah perbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues) sudah ditebang sehingga hutan lindung tersebut mengalami kerusakan.

Kadishutbun Abdya, Muslim Hasan saat dihubungi secara terpisah menjelaskan, dari 63 titik yang sudah dirambah, 13 titik tebangan di antaranya merupakan lokasi sangat rawan longsor karena kondisinya terjal dengan kemiringan rata-rata di atas 40 derajat. Malah, antara Km 17 sampai Km 32 (daerah perbatasan) atau sepanjang 15 Km ditemukan tanah longsor yang menutup sebagian badan jalan.

Areal hutan lindung tersebut, menurut Muslim Hasan sudah dibuat tanda oleh pelaku dari pancang anakan kayu, kemudian diikat kain pada ujungnya sebagai tanda kapling. Luas kapling yang diberi tanda berkisar antara 200 sampai 300 meter dari median jalan.

“Dari 63 titik tersebut sebagian besar sudah ditebang dan sisanya tebangan sementara dengan luas mencapai ratusan hektare,” ungkap kadishutbun, Muslim Hasan.

Beberapa pondok atau gubug kerja pelaku perambah yang ditemukan di lokasi, menurut Muslim Hasan, sudah dibongkar oleh personel tim terpadu yang melancarkan penertiban. Tapi kayu olahan tidak ditemukan di lokasi, namun sisa kayu yang tampak di beberapa tempat. Kayu yang diolah di lokasi ukurannya tidak besar dengan diameter antara 20 sampai 25 cm. Kayu tersebut diperkirakan digunakan untuk kebutuhan warga setempat.

Dijelaskan juga, areal hutan sejak Km 9 kawasan Desa Ie Mirah, Kecamatan Babahrot sampai Km 32 (daerah perbatasan Gayo Lues) merupakan hutan lindung. Penetapan tersebut berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan dan Gubernur Aceh. Sehingga kawasan tersebut tidak bisa dijadikan lahan perkebunan dan pertambangan.

Tapi yang terjadi areal hutan sejak KM 9 sampai Km 17 (lokasi pucok Krueng Sapi) sudah dibuka lahan perkebunan masyarakat. Kemudian setelah jelas tapal batas Abdya dengan Gayo Lues, aksi perambahan hutan berlanjut sejak dari Km 17 sampai Km 32. “Dari pengamatan yang kita lihat di lokasi, kondisi areal tebangan sejak Km 17 masih baru sekitar antara 2 sampai 3 minggu lalu,” ungkap Muslim Hasan.(nun)

Sumber : Serambinews.com

Enam Desa Tolak Kehadiran Perusahaan Tambang

Tue, May 24th 2011, 08:36

BLANGPIDIE - Kehadiran perusahaan tambang bijih besi PT Juya Aceh Minning (JAM) yang akan memperluas wilayah exploitasi dan explorasinya di Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), mendapat penolakan dari warga setempat. Selain dianggap bakal menghancurkan perkebunan pala yang menjadi sumber perekonomian masyarakat di sana, aktifitas pertambangan bijih besi juga dinilai bakal menimbulkan bencana.

Penolakan warga dari enam Desa (Gampong) di Kecamatan Jeumpa dituangkan dalam surat yang ditujukan kepada Gubernur Aceh dan ditandatangani oleh masing-masing Geucik (kepala desa) setempat, antara lain Geuchik Gampong Alue Sungai Pinang, Keuchik Gampong Kuta Jeumpa, Keuchik Gampong Alue Rambot, Keuchik Gampong Baru, Keuchik Persiapan Jeumpa Barat, dan Kechik Persiapan Alue Seulaseh. Ke-enam desa tersebut secara tegas menolak kehadiran PT JAM dan perusahaan tambang lainnya yang akan melakukan exploitasi dan explorasi bijih besi, serta meminta kepada Gubernur Aceh agar tidak mengeluarkan izin apa pun terkait aktifitas pertambangan di kawasan mereka.

Surat penolakan yang dikirim ke Gubernur Aceh dan tindisannya diterima Serambi, Senin (23) itu, juga ditembuskan ke Menteri ESDM-RI, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kehutanan, ketua DPR Aceh, Kepala dinas pertambangan dan energy provinsi Aceh, kepala Bapedalda Aceh, Kapolda Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Kajati Aceh, Bupati Abdya, ketua DPRK Abdya, Kapolres Abdya, Dandim 0110 Abdya, Kajari Blangpidie, Kepala dinas pertambangan Abdya, kepala kantor lingkungan hidup Abdya, kepala dinas kehutanan dan perkebunan Abdya, camat Jeumpa, Kapospol Jeumpa, danpos babinsa Jeumpa, Walhi Aceh dan Kontras Aceh.

Dalam surat tersebut, ada tujuh poin yang menjadi dasar penolakan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan tambang biji besi tersebut, diantaranya, kawasan yang akan dijadikan lokasi exploitasi dan explorasi bijih besi di pegunungan Pucok Krueng Desa Alue Sungai Pinang adalah salah satu sumber air bagi masyarakat Kecamatan Jeumpa, dimana sumber air tersebut telah puluhan tahun dimanfaatkan oleh ribuan warga sebagai sarana air bersih mau pun untuk kebutuhan pengairan serta rumah tangga, bahkan sumber air disana saat ini sudah menjadi pusat pasokan air bagi kecamatan lainnya yaitu kecamatan Blangpidie dan Susoh.

Dalam surat yang turut ditandatangani Imum Mukim Kuta Jeumpa, Sulaiman Amin itu juga menyatakan bahwa warga setempat menolak seluruh kajian Amdal yang dilakukan oleh pihak mana pun yang membuktikan bahwa tidak terjadinya permasalahan akibat ekploitasi dilakukan, sebab hasil analisa kajian Amdal yang dilakukan berpotensi memiliki kepentingan antara pihak perusahaan dengan pihak pelaksana Amdal.(tz)

Sumber : Serambinews.com

Hutan Ie Mirah –Terangun Dirambah

Laporan: zainun yusuf, serambinews.com - Aceh Barat Daya
Mon, May 23rd 2011, 12:53

BLANGPIDIE - Tindakan perambahan dan illegal logging marak yang membuat rusaknya hutan lindung kawasan sepanjang jalan dari Ie Mirah, Kecamatan Babahrot, Aceh Barat Daya (Abdya) menuju Terangun, Kabupaten Gayo Lues.

Mengatasi itu, Tim Terpadu Pengamanan Hutan dan Pemberantasan Illegal Logging Kabupaten Abdya, Senin (23/5) siang melancarkan operasi penertiban. Tim beranggotakan instansi terkait antara lain Kapolres, AKBP Drs Subakti, Dandim 0110 Letkol Arm E Dw Karyono AS, Asisten Tata Pemerintahan, M Nasir G SH, Kadis Perkebunan dan Kehutanan, Ir Muslim Hasan MSi, termasum Sub Denpom, unsur Kejaksaan Negeri, Satpol-PP, Polhut dan unsure dari Kantor Kebersihan, Pertamanan dan Lingkungan Hidup setempat.

Akibatkan pembalakan liar di wilayah itu sehingga hutan yang masuk kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga mengalami kerusakan. Para perambah menebang kayu untuk dijadikan lahan perkerbunan. Selebihnya untuk diolah “Tim penertiban beranggotakan tidak kurang 100 orang,” kata Kadis Kehutanan dan Perkebunan Abdya, Muslim Hasan ketika dihubungi Serambinews.com.

Tim akan menyisir jalan poros tengah antarkabupaten, itu sejak dari Km 0 di Desa Ie Mirah, Kecamatan Babahrot samai Km 32, kawasan Gunung Burnipis atau lokasi perbatasan antara Kabupaten Abdya dengan Kabupten Gayo Lues.(*)

Sumber : Serambinews.com