Senin, 15 Agustus 2011

Areal Sawit Rakyat Abdya Kembali Terbakar

Senin, 8 Agustus 2011 09:14

BLANGPIDIE - Peristiwa kebakaran areal perkebunan kelapa sawit milik rakyat di Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya) kembali terjadi. Upaya pemadaman enam titik api yang ditemukan sepanjang jalan dari Dusun Drien Leukit, Gampong/Desa Blang Makmur menuju Jalan Tiga Puluh, dilancarkan sejak Minggu (7/8) kemarin, melibatkan puluhan personel pemadam kebakaran, termasuk petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.

Kebakaran areal kebun sawit rakyat di kawasan Dusun Drien Leukit, Desa Blang Makmur, Kuala Batee pernah terjadi bulan Juni 2011, kemudian meluas sampai kawasan Jalan IDT, Desa Lama Tuha, Desa Kuala Terubu. Ketika itu, kebakaran berlangsung lebih dua dua pekan dan baru dapat dikendalikan setelah menghanguskan tidak kurang 200 hektare areal kebun sawit rakyat yang berumur 1 sampai 1,5 tahun.

Upaya pemadaman api yang membakar areal kebun sawit di kawasan Drien Leukit, Blang Makmur, Kuala Batee, Minggu (7/8) kemarin, dipimpin Sekda Abdya, Drs Yufrizal S Umar MSi, didampingi Kepala BPBD, Rahwadi AR ST. Personel yang dilbatkan lebih dari 20 orang dari petugas pemadam kebakaran dan dari BPBD setempat.

Menurut Kepala BPBD Abdya, Rahwadi AR, satu unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi, namun hingga Minggu sore, peristiwa kebakaran yang menimbulkan gumpalan asap hitam itu belum berhasil dikendalikan. Areal kebun sawit yang dilumat api sekitar 10 hektare, sebagian besar akan mati karena api membakar sampai ke akar.

Lokasi kebakaran jauh dari jalan perkebunan, mobil pemadam sangat terbatas dan sumber air sangat jauh merupakan kendala kegiatan pemadaman di lapangan, di samping terik matahari sangat menyengat.

Rahwadi AR menjelaskan, enam titik api ditemukan dalam kebun sawit rakyat sepanjang jalan sejak dari Drien Leukit sampai Jalan Tiga Puluh. Laporan kebakaran areal kebun sawit tersebut baru diterima Sabtu (6/8), kemudian segera dilakukan koordinasi tindakan pemadaman di lokasi.

Rahwadi AR lebih lanjut menjelaskan, bahwa berdasarkan pengakuan awak truk angkutan yang melintasi jalan kawasan itu, bahwa api sudah terlihat sejak Jumat (5/8) sore, berawal dari pinggiran jalan.

Kemudian ada juga titik api di lokasi paling ujung jalan diduga berasal dari aksi pembakaran pembukaan areal perkebunan sawit, kemudian lidah api merembet ke dalam lahan yang sudah ditanami sawit.

Areal perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Kuala Batee dan Babahrot sangat rawan kebakaran karena merupakan lahan gambut dengan ketebalan sekitar 30 cm. Terlebih lagi, kemarau melanda kawasan Kabupaten Abdya lebih tiga pekan terakhir tidak urun hujan sehingga lahan dengan permukaan bergambut tersebut sangat mudah terbakar.(nun)

Sumber Serambinews.com

Data Lahan Pertanian di Abdya Tidak Jelas

4 August 2011

Blangpidie | Harian Aceh – Data tentang luas lahan pertanian di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) hingga kini belum jelas. Karena itu pihak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat meminta dilakukannya penelusuran.
“Persoalan simpang siurnya data di daerah ini harus segera diluruskan, karena berimplikasi ke berbagai sektor dan masalah, jadi kita meminta agar segera usut data simpang siur di Abdya, karena persoalan data sangat berimplikasi dengan masalah anggaran daerah yang saat ini mulai mengalami defisit,” tegas Muhammad Nasir,SE, anggota DPRK Abdya kepada wartawan Rabu (3/8) di Balai PWI Abdya.
Simpang siurnya data luas lahan di Abdya menurut Muhammad Nasir yang juga Ketua Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP) Abdya itu sudah terlihat, apalagi beberapa lembaga dan instansi terkait memiliki data yang saling bertolak belakang, Biro Pusat Statistik (BPS) Abdya menyebutkan luas lahan di Abdya hanya berkisar antara 16 ribu hektar, sedangkan Bupati Abdya Akmal Ibrahim mengklaim bahwa Abdya memiliki lahan seluas 25 ribu hektar.
Namun data tersebut sempat dibantah oleh Kepala Dinas Pertanian Abdya H. Zainuddin SP menyebutkan bahwa luas lahan di Abdya saat ini berkisar 23 ribu Hektar. “Simpang siurnya data ini tentu harus segera diluruskan, jika memang ada penyimpangan maka kita minta kepada pihak berwajib agar dapat menelusuri dan mengusut tuntas persoalan ini, karena ada anggaran milik rakyat yang tersedot oleh data yang tidak benar seperti itu,” ujar Muhammad Nasir.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Blangpidie, Umar Zakar, SH, MH, yang dihubungi wartawan terkait persolan tersebut mengaku baru mendapatkan informasi terkait simpang-siurnya data luas lahan di Abdya, pihaknya berjanji akan segera mempelajari persoalan tersebut dengan mengumpulkan bahan serta bukti terkait. “Nanti akan kita pelajari ya, saya juga baru dapat infonya dari media,” ujar Umar Zakar yang mengaku sedang berada di luar daerah dan akan melakukan penelusuran saat balik ke Abdya.(fri)

Sumber harianAceh.com

Kamis, 04 Agustus 2011

373 Ha Kebun Sawit Hangus

MONDAY, 27 JUNE 2011 13:04

BLANGPIDIE– Peristiwa kebakaran lahan kebun kelapa sawit di Kecamatan Kuala Batee dan Babahrot, Aceh Barat Daya (Abdya) sudah terkendali setelah lokasi diguyur hujan beberapa hari belakangan. Kebakaran yang terjadi sejak 12 Juni lalu itu menghanguskan tidak kurang 373 hekatare kebun sawit rakyat di sejumlah titik lokasi.

Lahan kebun sawit rakyat dilalap api tersebut, menurut Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Abdya, Muslim Hasan, kemarin, sekitar 70 sampai 80 persen diantaranya mati, karena api membakar sampai ke akar tanaman.

“Jadi antara 70 sampai 80 persen dari 373 hekltare kebun sawit yang dilalap api harus diremajakan kembali,” katanya. Sisanya, antara 20 sampai 30 persen tanaman sawit mengalami layu daun dan diperkirakan dapat tumbuh kembali, meskipun lamban.

Lahan kelapa sawit yang hangus terbakar itu tersebar di beberapa titik antara lain di Dusun Drien Leukit, Gampong Blang Makmur, Lahan Seribu atau pengembangan sawit UPP Provinsi di Jalan Tiga Puluh dan Surien Gampong Lama Tuha, Kecamatan Kuala Batee. Sedangkan di Kecamatan Babahrot antara lain lokasi Krueng Itam lahan sawit binaan Gampong Ie Mirah.

Peristiwa kebakaran tanaman kelapa sawit yang berumur antara 1 sampai 2 tahun atau sudah mulai berbuah pasir, menurut Muslim Hasan, merupakan pukulan berat bagi petani yang sudah susah payah menggurus kebun miliknya. Peristiwa kebakaran kebun sawit di Kuala Batee dan Babahrot, menurut Kadishutbun, Muslim Hasan, sudah ditinjau petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA).

Mengingat kebun kelapa sawit yang terbakar itu sebagian besar harus diremajakan kembali, para petani, sebagaimana disampaikan ketua kelompok kepada Dishutbun Abdya, sangat membangharapkan bantuan bibit sawit yang baru.

Petani juga meminta bantuan dana untuk menggarap lahan bekas kebakaran, karena lebih sepekan mereka bekerja keras memadamkan api bersama dengan personil Satpol-PP, Dishutbun, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja.

Sementara Jaruddin Kamal, warga Gampong Persiapan Lhok Gayo mengklarifikasi pernyataan sebelumnya, bahwa sekitar 150 hektare kebun sawit yang hangus terbakar, bukan seluruhnya milik HGU PT Dua Perkasa Lestari (DPL), melainkan milik warga sekitar lokasi perkebunan. Seperti lokasi lahan binaan Gampong Lhok Gayo dan Gampong Persiapan Rukun Damai.

Informasi terakhir diterima kemarin, nyala api yang membakar lahan kering atau lahan kebun sawit bergambut sudah padam (terkendali) setelah lokasi diguyur hujan sejak tiga hari belakangan. Namun asap tipis masih menebar dari sisa batang kayu lapuk dari lahan bekas kebakaran. Para petani dilaporkan terus berusaha mematikan asap dari lokasi kebun masing-masing sehingga tidak menimbulkan titik api baru yang bisa saja meluas kembali.

Sumber waspada.co.id

Selasa, 02 Agustus 2011

Investor Diwajibkan Jaga Kelestarian Lingkungan

Blangpidie | Harian Aceh – Untuk mengantisipasi bencana alam sejak dini, para investor bidang pertambangan diwajibkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Hal itu disampaikan Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (KLHKP) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Drs Martunis, M.Kes, Rabu (15/6).
Menurutnya, maraknya perusakan lingkungan di Abdya akibat explorasi dan exploitasi alam yang dilakukan secara tidak terkendali, menyebabkan sebahagian wilayah di kabupaten tersebut terancam rawan bencana. “Kita tentu sangat khawatir dengan kondisi lingkungan di daerah ini yang mulai rusak tanpa adanya upaya untuk melakukan rehabilitasi, jika semua pihak menutup mata dengan kondisi ini tentu kita semua yang akan menerima dampaknya,” ujarnya.
Ia menghimbau agar semua kalangan mau bersama-sama melakukan upaya pencegahan terjadinya perusakan alam serta lingkungan, sebab ini menurutnya juga merupakan tanggung jawab bersama. “Kalau pemerintah berjalan sendiri tanpa dukungan semua pihak tentu hasilnya tidak lah seberapa, jadi kami berharap agar masalah lingkungan ini harus bisa mendapatkan perhatian dari semua elemen masyarakat tanpa terkecuali, mengingat kondisi yang kita lihat saat ini sudah mengarah ke bentuk yang dapat kita sebut fase emergensi,” harapnya.
Pernyataan Martunis tersebut berkaitan dengan beberapa dampak kerusakan alam yang kini mulai muncul di beberapa titik lokasi di Kabupaten Abdya, dampak yang kini sangat parah yang dialami masyarakat berupa hilangnya sumber air akibat perambahan hutan serta kebakaran lahan yang menyebabkan puluhan hektar perkebunan milik warga menjadi gosong. Menurut Martunis itu harus menjadi sebuah perhatian serius dari semua pihak karena sangat mungkin dampak lain yang lebih besar akan muncul jika tidak dilakukan upaya pencegahan secara dini.
“Apa yang terjadi saat ini semestinya dapat menjadi sebuah perhatian serius bagi kita semua, karena dampak yang lebih besar tentu bisa saja terjadi jika kita tidak mengantisipasinya sejak dini,” sebut Martunis yang juga menghimbau pihak investor yang melakukan explorasi dan exploitasi alam juga mengedepankan kelestarian lingkungan dalam aktifitasnya.
Sebab menurutnya, kegiatan exploitasi yang dilakukan investor jauh memiliki resiko menimbulkan kerusakan yang cukup besar apabila dilakukan tanpa mengupayakan pencegahan kerusakan lingkungan, sehingga menurutnya setiap investor wajib menjaga kelestarian lingkungan dalam aktifitasnya di wilayah Abdya.
Kantor LHKP Abdya menurut Martunis sudah berupaya melakukan beberapa program dalam upaya ‘menghijaukan’ kembali sejumlah kawasan Abdya yang kini mulai terlihat gersang akibat kurangnya pohon penyangga dan penghijau kota. LHKP Abdya bersama sejumlah lembaga lainnya menurut Martunis telah melakukan penanaman ribuan pohon trembesi serta pohon penyangga penghijauan lainnya di sejumlah kawasan.
Namun demikian diakuinya program tersebut dinilai masih terjadi banyak kendala karena berbagai faktor, seperti banyaknya pohon yang ditanam mengalami kerusakan akibat ternak milik warga yang masih berkeliaran. “Kita bersama beberapa lembaga dan institusi lainnya seperti Kodim, Polres, Kampus Muhammadiyah dan sejumlah elemen lainnya telah mencoba melakukan upaya penghijauan, kita berharap upaya ini mendapat dukungan serta diikuti oleh sejumlah elemen lainnya, seperti yang saya sebutkan tadi bahwa masalah lingkungan adalah tanggung jawab kita semua,” pungkas Martunis.
Dilain pihak, PT Juya Aceh Minning (PT JAM) sebagai salah satu investor di Abdya yang bergerak dalam bidang pertambangan biji besi yang berlokasi di kawasan kecamatan Babahrot kepada wartawan mengungkapkan kesiapannya untuk mendukung upaya rehabilitasi lingkungan dengan menyiapkan program khusus berupa gerakan ‘Abdya hijau’ dengan fokus program di kawasan areal aktifitas perusahaan.
Public Relation Manager PT JAM, Rinaldi ST, kepada Wartawan Rabu (15/6) mengatakann PT JAM tetap konsisten dan berkomitmen mengedepankan masalah lingkungan serta pengembangan terhadap masyarakat dalam aktifitasnya. Bahkan PT JAM menurut Rinaldi telah melakukan investasi secara khusus dalam pengelolaan lingkungan secara standar sesuai komitmen yang telah dituangkan pihak perusahaan sejak melakukan aktifitas di Abdya.
“PTJAM tidak mau mengambil risiko terhadap masalah itu, sejak awal PT JAM memang berkomitmen dan mengedepankan pengelolaan lingkungan secara standar dan professional, bahkan investasi awal yang kita lakukan juga dalam hal itu, karena merusak lingkungan berarti akan merugikan kita semua,” ujar Rinaldi.
Dilanjutkannya, PT JAM juga menyiapkan dukungan program terhadap lingkungan berupa gerakan ‘Abdya hijau’ dengan melibatkan sejumlah pihak, program tersebut menurut Rinaldi adalah bahagian tanggung jawab serta respon sosial PT JAM terhadap lingkungan dan masyarakat areal perusahaan dalam rangka menciptakan simbiosis dan harmonisasi antara perusahaan dengan masyarakat serta lingkungan.
“Harus kita sadari bahwa persoalan lingkungan merupakan persoalan serius yang tentunya menjadi tanggungjawab kita semua, gerakan Abdya hijau ini kami akui masih merupakan bahagian kecil dari sebuah upaya besar dari kita semua,” kata Rinaldi.(fri)

sumber Harian Aceh.com

Kebakaran Areal Sawit di Abdya Meluas

WEDNESDAY, 15 JUNE 2011 23:12

BLANGPIDIE– Kebakaran areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya), semakin meluas. Kobaran api di areal perkebunan itu belum berhasil dikendalikan.

“Areal tanaman sawit yang hangus terbakar mencapai seratusan hektare,” kata Kadis Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun), Muslim Hasan.

Kebakaran areal perkebunan tersebut menimbulkan gumpalan asap yang menyebabkan polusi udara di kawasan Kecamatan Kuala Batee, Babahrot, Jeumpa, Susoh, dan Blangpidie.

Lahan yang dilumat api, menurut Muslim Hasan, terdapat di tiga kawasan, Dusun Drien Leukit Gampong Blang Makmur sekitar 45 hektare, lokasi Jalan 30 atau areal perkebunan sawit program Gubernur Aceh tahun 2009 sekitar 30 hektare dan kawasan Jalan 30 arah Surien Gampong Lama Tuha sekitar 34 hektare. “Tiga kawasan tersebut ditemukan tidak kurang sembilan titik api,” katanya.

Upaya pemadaman telah dilakukan sejak Senin (13/6/2011) yang dipimpin Bupati Abdya, Akmal Ibrahim. Upaya pemadaman berlanjut hingga Rabu (15/6/2011) ini yang dikomandoi Kepala Satpol-PP dan Pemadam Kebakaran, Mutdasir, bersama petugas pemadam dan aparat Dishutbun dan BPBD Abdya dengan fokus di areal perkebunan kawasan Drien Leukit dan Jalan 30.

Sumber Waspada.co.id

Senin, 01 Agustus 2011

Puluhan Ha kebun terbakar

WEDNESDAY, 15 JUNE 2011 07:23

BLANGPIDIE- Diduga akibat kondisi cuaca yang cukup panas serta kekeringan hebat yang melanda Kab. Aceh Barat Daya (Abdya), mengakibatkan sejumlah lokasi mengalami kebakaran dan rentan menimbulkan gangguan alam lainnya.

Hal itu terjadi sejak Minggu (12/6) hingga Senin (13/6) sore, di mana terlihat gumpalan asap tebal menyelimuti sebagian kawasan di beberapa titik di sejumlah wilayah kabupaten tersebut. Gumpalan asap tebal yang menyebarkan polusi udara itu disebut-sebut akibat kebakaran gambut di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di kawasan Dusun Drien Leukit Desa Blang Makmur, dan lahan Seribu di Desa Lama Tuha, Kec. Kuala Batee.

“Akibat kejadian itu puluhan hektar tanaman kelapa sawit dan coklat warga di dua desa terbakar. Warga pemilik kebun berusaha keras memadamkan api. Namun dikarenakan teriknya matahari menyebabkan gambut yang sudah mengering dengan mudah dilalap api,” kata Harmansyah, 31, warga Lhok Gajah, Kec. Kuala Batee.Dua hektar areal perkebunan kelapa sawit miliknya juga ludes terbakar.

“Sekarang mereka (pemilik kebun) sedang berusaha keras memadamkan api, namun belum berhasil. Bahkan menurut laporan, dua unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan, juga belum membawa hasil,” papar Harmansyah.

Tak hanya Harmasyah, keterangan sama disampaikan M. Syukur, warga Drieng Leukit, Desa Blang Makmur. Dia mengaku dua hektar areal perkebunannya ikut dilalap si jago merah. “Usia kelapa sawit saya baru setahun, sekarang semua hangus akibat kebakaran gambut,” paparnya.

Dia mengaku areal perkebunan sawit rakyat yang terbakar itu umumnya berusia setahun, bahkan ada yang siap panen. Namun karena kobaran api begitu ganas mereka tak bisa berbuat apa pun. “Bagaimana kita padamkan, untuk masuk ke lahan saja enggak bisa, karena api terlalu besar,” paparnya.

Sejauh ini belum didapat keterangan resmi dari pemerintah setempat. Sejumlah pejabat ‘teras’ di Abdya yang dihubungi belum memberi tanggapan apa pun. “Sejak kemarin para pejabat di sini ada rapat khusus, kita belum mengetahui agendanya apa, namun berat dugaan bahwa situasi yang dibahas adalah evaluasi persiapan menjelang Pemilukada,” sebut salah seorang pegawai di kantor Setdakab Abdya.

Sumber Waspada.co.id

Minim Air, Warga Gunakan Air Selokan

FRIDAY, 10 JUNE 2011 12:23

BLANGPIDIE - Kondisi cuaca yang kian tak menentu akibat kemarau panjang, mengakibatkan sejumlah sumber air milik warga di kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mulai mengalami kekeringan yang cukup hebat.

Kkondisi tersebut semakin parah, karena pemerintah setempat belum mampu menyediakan fasilitas air bersih bagi masyarakat, sehingga tak pelak membuat warga disana terpaksa harus menggunakan air dari sumber yang tidak layak.

Seperti yang diungkapkan Linda, 34, salah seorang Ibu Rumah Tangga yang mengaku harus mengambil dan menggunakan air dari selokan untuk kebutuhan sehari-hari. Hal itu terpaksa harus dilakoninya karena sumur yang ada di rumahnya saat ini sejak sepekan terakhir mengalami kekeringan. Selain itu, dia beralasan untuk mendapatkan sumber air yang layak harus melakukan perjalanan yang cukup jauh ke arah sungai maupun lokasi lain yang dianggap sangat menyulitkan bagi dirinya yang saat ini sedang hamil muda.

“Saya terpaksa harus mencuci di selokan ini, karena tubuh saya gak sanggup berjalan terlalu jauh dengan membawa beban yang terlalu berat. Kita berharap pemerintah di sini mau membangun fasilitas bagi rakyatnya, karena kami penduduk yang ekonominya lemah tentu belum mampu membangun sendiri fasilitas air di rumah-rumah ,” tutur IRT.

Keluhan serupa juga dikemukakan Marzuki, 57, salahseorang warga asal Kec. Manggeng. Marzuki yang berprofesi sebagai petani tersebut mengeluhkan ketidakmampuan Pemkab Abdya mengatasi kekeringan yang dialami. Selain itu dia juga menilai sikap Pemkab terkesan tidak peka dengan kesulitan yang kini dihadapi masyarakat, bahkan cenderung lebih banyak melakukan aktifitas dan program yang mengarah untuk merebut simpati masyarakat menjelang suksesi pemilukada.

Terhadap kondisi tersebut dia mengancam akan melakukan ‘kampanye khusus’ kepada masyarakat agar tidak memilih pemimpin sekarang karena dinilai tidak peduli dengan kesulitan masyarakat. “Kita sudah capek dan tak tau harus mengadu kepada siapa lagi dengan keringnya sumur-sumur di rumah masyarakat selama ini. Yang ada malah kita diajak masuk jadi tim sukses dan menyerahkan foto kopi KTP, ini kan tidak benar,” keluhnya.

Terkait kondisi tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Abdya, Moch.Tavip, yang dimintai konfirmasinya terkesan mengelak dan tidak bersedia memberikan tanggapan. Telepon selulernya yang sudah terhubung dan dipanggil beberapa kali juga tidak diangkat-angkat. Sebelumnya wartawan juga sempat meminta konfirmasi dari Din Armaya selaku Kasubdin Pengairan di dinas yang sama, tetapi pejabat di dinas tersebut juga tidak memberikan tanggapan apapun.

Sumber Waspada.co.id

Kekeringan Landa Abdya

TUESDAY, 07 JUNE 2011 17:10

BLANGPIDIE - Ratusan warga di Kecamatan Lembah Sabil dan Manggeng, Aceh Barat Daya (Abdya), mulai kesulitan mendapatkan sumber air bersih.

Bahkan, kekeringan hebat mulai melanda di dua kawasan tersebut akibat sumur milik warga saat ini hanya bersifat tadah hujan. Kekeringan yang dialami warga disebut-sebut tergolong parah dalam kurun beberapa tahun terakhir, membuat warga harus turun ke sungai-sungai untuk mendapatkan air bersih.

“Sumur kami kekeringan, untuk kebutuhan sehari-hari kami terpaksa harus ke sungai. Jika hujan tidak turun dalam dua hari ke depan, kemungkinan besar kami harus membuat stok air secara khusus di rumah, sebab air sumur sudah tidak lagi dapat menyediakan air. Kekeringan seperti ini mungkin paling parah yang kami alami sejak beberapa tahun ini,” keluh M.Tajam, 33, warga Kec. Manggeng.

Senada itu, Rita, 39, ibu rumah tangga asal Kec. Lembah Sabil, juga mengeluhkan kesulitan mendapatkan air bersih sepekan terakhir.

Dikatakan, bersama beberapa warga mereka harus menempuh jarak hingga ratusan meter ke salah satu sungai untuk mendapatkan air guna memenuhi kebutuhan rumah tangga, sedangkan untuk air minum mereka harus membeli air isi ulang dengan merogoh kocek puluhan ribu rupiah saban harinya.

Kekeringan yang dialami, menurut mereka, akibat deposit sumber air mulai berkurang. Perambahan hutan yang terjadi di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) pegunungan Krung Baru yang selama ini menyuplai air bagi kebutuhan masyarakat, dinilai menjadi penyebab utama kekeringan.

“Selain para ibu rumah tangga, petani juga mulai mengeluhkan soal air. Selama ini sungai Krung Baru menjadi penyuplai bagi kebutuhan air di sini (Lembah Sabil dan Manggeng, red),” sebutnya.

Plt. Camat Manggeng, Nasmadi, beberapa waktu lalu juga mengakui kondisi kekeringan yang dialami warganya. Selain faktor normalisasi sungai Krung Manggeng, kondisi cuaca disebut-sebut sebagai penyebab keringnya sumur warga.

“Setelah kita cek memang beberapa desa mengalami kekeringan dan kesulitan mendapatkan air. Kita berharap pemerintah provinsi membantu membangun fasilitas air bersih bagi masyarakat di sini,” harap Nasmadi.

Sumber Waspada.co.id

Aktivitas Pertambangan Berlanjut

FRIDAY, 03 JUNE 2011 09:23

BLANGPIDIE - Keputusan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, yang mencabut dan mengevaluasi Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dengan dikeluarkan surat instruksi Gubernur tertanggal 28 April lalu terkesan tidak dihiraukan oleh beberapa perusahaan tambang yang sudah beroperasi di kawasan Aceh Barat Daya (Abdya).

Walaupun sebahagian warga di sekitar lokasi sempat meminta pihak perusahaan untuk menutup areal pertambangan, karena menimbulkan beragam dampak terhadap masyarakat sekitar tambang, tetapi hingga saat ini pihak perusahaan masih terkesan ‘tutup mata’ dan membangkang terhadap keputusan yang sudah dikeluarkan Gubernur tersebut.

“Kita sangat menyesalkan sikap perusahaan yang terkesan membangkang terhadap instruksi Gubernur Aceh terkait ijin usaha pertambangan yang sudah ditegaskan melalui berbagai media. Karena, fakta di lapangan menunjukkan aktivitas pertambangan selama ini tidak memberikan manfaat apapun bagi masyarakat dan daerah, kecuali kerusakan lingkungan serta dampak buruk lainnya bagi masyarakat,” sebut Muhammad Syahril, aktifis LSM di Abdya.

Terkait persoalan tersebut, PT.Juya Aceh Minning (PT.JAM) melalui PR Manager, Rinaldi Bayur Putra, enggan berkomentar. Rinaldi hanya memberikan penjelasan terkait tuntutan warga di beberapa lokasi akibat dampak eksploitasi biji besi.

Menurut Rinaldi, tuntutan warga sudah dipenuhi dan hingga saat ini menurutnya sudah tidak lagi ada permasalahan. Namun demikian, diakuinya beberapa hal yang dituntut oleh warga seperti persoalan air bersih sempat mengalami persoalan serius sejak beberapa hari terakhir. Tetapi, pihak perusahaan sudah langsung melakukan penyelesaian dan dipastikan persoalan tersebut sudah selesai di tingkat lapangan.

Kesulitan air bersih
Pernyataan dari pihak PT.JAM tersebut bertolak belakang dengan apa yang disampaikan pihak warga. Jasmi, Kepala Desa Ie Mirah, Kecamatan Babahrot, dia mengungkapkan bahwa persoalan yang paling serius yang saat ini dialami oleh 330 KK di desa Ie Mirah akibat aktifitas pertambangan biji besi yang dilakukan oleh PT.JAM yaitu masalah air bersih.

Mereka menuding keberadaan PT.JAM sejak beberapa tahun lalu yang masuk ke kawasan desa Ie Mirah telah mengakibatkan sumber air bersih menjadi hilang. Walaupun PT.JAM sempat menggantikannya dengan membangun fasilitas penampungan air bersih, tapi dipastikan penyuplaian air tidak dinikmati secara keseluruhan oleh beberapa warga di sana.

Akibatnya, sejumlah warga melakukan aksi damai dengan berdelegasi ke pusat pertambangan PT. JAM yang berlokasi di kawasan desa Ie Mirah.

Dalam aksi yang berjalan dengan damai tersebut para warga menuding PT. JAM telah menimbulkan beragam masalah terhadap masyarakat dan lingkungan, seperti persoalan air bersih, gangguan lingkungan serta aktifitas pendidikan akibat operasional pertambangan, gangguan sosial serta sejumlah dampak lainnya.

Sumber : Waspada.co.id