Jumat, 29 Juli 2011

Perambahan hutan di Abdya makin kritis

MONDAY, 30 MAY 2011 20:19

BLANGPIDIE- Perusakan alam akibat aktifitas perambahan dan pengalihfungsian lahan di Kab. Aceh Barat Daya (Abdya), dinilai memasuki tahap kritis. Bahkan aksi perambahan dan perusakan lingkungan seakan dibiarkan ‘membabi-buta’.

Bahkan Pemkab Abdya membuat program pengalihan fungsi lahan, sehingga banyak tanaman penyangga hutan di beberapa lokasi rusak parah. Ironisnya, perambahan hutan makin merajalela dengan memasuki Kawasan

Ekosistem Leuser (KEL) yang sebenarnya telah dilindungi oleh aturan dan Undang-undang seperti Keppres No: 33 tahun 1998.
Seperti dibeberkan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kab. Abdya, di mana ada kerusakan lingkungan sangat parah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir di beberapa lokasi.

Kerusakan tersebut didominasi akibat pemberian ijin oleh Pemkab Abdya. Bahkan temuan beberapa aktifis LSM, di salah satu lokasi di areal pegunungan Alue Trieng Gadeng, Kec. Lembah Sabil, aktifitas perambahan hutan sudah memasuki areal konservasi yang dilindungi seperti KEL, namun dari fakta di lapangan ditemukan realita yang sangat mengejutkan, di mana kerusakan yang muncul di areal KEL akibat ‘restu’ Pemkab dengan membentuk beberapa kelompok tani serta membuka areal pertambangan emas yang diduga tanpa ijin alias illegal.

“Kita mendapatkan informasi aktifitas pertambangan emas yang dikelola langsung oleh orang-orang yang ditunjuk Bupati Akmal Ibrahim di kawasan pegunungan Alue Trieng Gadeng, kecamatan Lembah Sabil ternyata sarat masalah dan malah disebut-sebut illegal karena tidak memiliki ijin apapun, bahkan kegiatan lainnya seperti ijin pertambangan biji besi serta pembukaan lahan perkebunan sawit di beberapa kawasan seakan tak terkendali, akibatnya kerusakan lingkungan di Abdya saat ini mungkin sudah memasuki tahapan yang sangat kritis sehingga membutuhkan penanganan serta perhatian yang serius dari semua pihak, sebelum malapetaka bakal menghampiri daerah ini,” papar Muhammad Syahril, aktifis LSM dari Himpunan Pemuda dan Masyarakat Abdya (HIPMA) dalam siaran persnya.

Selain itu ditambahkannya, kerusakan alam yang cukup parah juga diakibatkan beberapa ijin yang dikeluarkan oleh Bupati Abdya terhadap pertambangan biji besi yang dinilai tidak memiliki konsep yang jelas, sehingga dampak positif dari ijin tersebut hingga kini tidak tersosialisasi dengan baik kepada publik, seperti nilai peningkatan ekonomi masyarakat, sumber pemasukan kas daerah (PAD), corporate social responsibility (CSR) serta nilai plus dari program tersebut, hal ini menurut Syahril terjadi karena sikap Pemkab Abdya yang terkesan tidak akuntabel dalam memberikan ijin prinsip serta lebih banyak mengeluarkan argumentasi yang tidak memiliki fakta alias ‘angin surga’ kepada masyarakat.

“Masyarakat seakan-akan hanya diberikan angin surga dari setiap program-program yang dibuat oleh Bupati, tapi kenyataan yang terjadi dilapangan malah yang diterima masyarakat saat ini hanya berupa bencana alam maupun debu-debu yang berterbangan, ini lebih diakibatkan karena sikap pemkab yang tidak transparan dan akuntabel, contohnya saja dalam salahsatu acara kok Bupati berani bicara bahwa pendapatan daerah dari tambang bisa mencapai ratusan

Milyar, tapi hingga kini gak jelas berapa pemasukan yang sudah diterima daerah dari ijin-ijin tambang yang sudah dikeluarkan, ini kan tidak akuntabel, dan kita patut pertanyakan apa mamfaatnya yang diterima oleh rakyat secara langsung dari semua program tersebut? Yang pasti akibat ijin-ijin tersebut lingkungan dan alam Abdya saat ini rusak parah, kita melihat pemerintahan Akmal Ibrahim sangat tidak berpihak terhadap kelestarian lingkungan dan kita meminta pemkab dalam hal ini Bupati Akmal Ibrahim harus bertanggungjawab bagi rakyat serta generasi Abdya,” ujar Syahril.

Terkait tudingan tersebut, Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (KLHKP) Abdya, .Martunis, mengaku tidak dapat memberi penjelasan apa pun. Dia beralasan persoalan lahan khususnya di areal KEL tidak menjadi ruang-lingkup tugasnya melainkan di bawah penanganan langsung Dinas Kehutanan dan Perkebunan Abdya.

Namun demikian pihaknya (KLHKP) menyatakan kesiapan jika memang instansi terkait melibatkan mereka dalam usaha re-building (pembangunan) serta rehabilitas kembali kawasan yang dianggap telah rusak akibat aktifitas tertentu termasuk pertambangan.

“Masalah tersebut tidak masuk dalam ruang lingkup kita, coba hubungi pak Muslim (Ir. Muslim Hasan, M.Si – Kadishutbun Abdya, red). Namun jika kita dilibatkan dalam proses rehabilitasinya, kita siap, termasuk untuk kawasan-kawasan yang telah rusak seperti di bekas areal pertambangan mau pun di areal lainnya,” jelas Martunis,Kepala Kantor LHKP Abdya.

Sedangkan Muslim Hasan, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan terkesan menghindar dan enggan berkomentar ketika dimintai konfirmasi.

Sumber : waspada.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar